Siapa yang tahu kemana hidup akan membawamu?
Hidup tidak seperti sungai yang mengalir dari hulu ke hilir.
Dia lebih seperti, ketika kamu terombang ambing di tengah lautan.
Tanpa tujuan.
Kehabisan bekal.
Menunggu diselamatkan.
Bedanya adalah, ketika kamu dewasa, kamu tidak lagi terombang ambing dengan sebilah kayu atau pun rakit dan perahu. Kamu ada disebuah pulau, ditengah lautan. Dimana kamu lah yang menjadi leader dari pulau tersebut. Semua orang yang dekat denganmu, seperti keluarga, teman, pegawai, bos, dll, bisa bebas keluar dan masuk pulau tersebut. Kamu pun bisa bebas keluar masuk pulau orang. Bedanya adalah di pulau ini, semua hal yang terjadi adalah tanggung jawabmu, hasil keputusanmu.
Setidaknya, begitulah hidup bagiku. Saat ini.
Aku seperti berada disebuah pulau, bedanya pulau ini bebas bergerak ke area lautan manapun. Beberapa bulan yang lalu, pulauku masih tersandar manis di sebuah pulau besar metropolitan. Aku mengais banyak uang di pulau besar itu, yang kugunakan untuk membesarkan pulauku sendiri. Terkadang aku pergi mengarungi lautan diatas pulauku, namun aku tetap merasa aman. Karena masih ada tali kuat yang mengikatku ke pulau besar itu. Zona nyaman, kata orang.
Namun kini, tali itu terputus, diputus, oleh pemilik pulau besar itu. Aku dipaksa untuk mengarungi lautan tanpa ada lagi tempat kembali ke zona nyamanku.
Sedih? Tidak. Karena sudah 2x sebelumnya aku ingin memutus tali itu sendiri. Namun sepertinya takdir belum mengijinkan. Baru bulan ini takdir memutuskan untuk memutuskan tali itu untuk ku. dan aku bersyukur menerima banyak bekal dari Nya untuk mengarungi lautan ini, diatas pulauku sendiri.
Yang kusedihkan hanya satu,kehilangan identitas. Perasaan kehilangan identitas yang datang setelah beberapa minggu aku diputus. Karena sudah 7 tahun lamanya aku memakai identitas pulau metropolis itu. Awalnya aku tidak menyadarinya. Namun lama ku terbenam, mencari sumber permasalahan atas perasaan asing yang tidak kusadari sebelumnya yang lumayan mengganggu. Dan kutemukan bahwa setiap orang pada jarak waktu tertentu, memiliki keterikatan terhadap identitas dari tempat mereka berpijak, bekerja, dan menghabiskan banyak waktunya. Perasaan Nostalgia itu, yang membuatku merasa sedih.
Takut? Awalnya tidak. Tapi semakin lama aku berada disini, semakin khawatir aku jadinya. Hal hal yang dahulu tidak pernah aku pikirkan. Hal hal yang menurut ku dahulu bisa kuatasi, dan kukerjakan lebih baik setelah aku memutuskan tali itu, ternyata tidak seindah kelihatanya.
Tapi aku tetap berusaha tenang, karena dipulauku, ada banyak orang yang hidup dari pulauku. Mereka sama seperti ku dulu, menjadikan pulauku sebagai zona nyaman mereka.
Kata istriku, aku perlu waktu untuk terbiasa. Karena memang tidak mudah merubah pola hidup, kebiasaan, dan identitas diri.
Itu memang benar, walaupun aku tidak terpuruk, tapi secara mental entah kenapa aku merasa terpuruk. Tiba tiba aku bisa menjadi sangat optimis, dan dalam waktu singkat kembali menjadi pesimis. Segala keputusan yang sebelumnya cukup mudah kuambil, kini menjadi lebih berat dan lebih susah untuk di lakukan. Insomnia menyerang. Dietku berantakan. Aku merasa kacau ditengah jalan besar yang sudah diciptakan Tuhan untuk ku.
Hidupku berubah 180 derajat.
Entah berapa lama waktu lagi yang kubutuhkan untuk pulih dari keadaan ini. Aku lelah. Aku ingin istirahat. Seakan tekanan yang awalnya terasa ringan kini menjadi semakin berat dan berat. Tapi aku takut, ketika aku istirahat, dipulauku malah terjadi kekacauan.